Etika bisnis
adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah perilaku
manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret teori
etika ini sering terfokuskan pada perbuatan. Bila dikatakan juga bahwa teori
etika membantu kita untuk menilai keputusan etis. Teori etika menyediakan
kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.
Berdasarkan suatu keputusan etika kita, keputusan moral yang kita ambil bisa
menjadi beralasan. Dengan kata lain, karena teori etika itu keputusan
dilepaskan dari suasana sewenang – wenang. Teori etika menyediakan justifikasi
untuk keputusan kita.
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki
dalam bisnis modern . Bisnis tidak mungkin berjalan kalu tidak ada konsumen
yang menggunakan produk atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis .
Dalam hal ini tentu tidak cukup , bila konsumen tampil satu kali saja pada saat
bisnis dimulai .
Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral ,
tidak saja merupakan tuntunan etis , melainkan juga syarat mutlak untuk
mencapai keberhasilan dalam bisnis . Sebagaimana halnya dengan banyak topik
etika bisnis lainya . disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis
sejalan dengan kesuksesan dalam berbisnis . Perhatian untuk etika dalam
hubungan dengan konsumen harus dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu
sendiri . Karena itu bisnis mempunyai kewajiban moral untuk melindungi konsumen
dan menghindari terjadinya kerugian bagi konsumen
TEORI ETIKA & MASALAH ETIS
SEPUTAR KONSUMEN
UTILITARISME
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Menurut suatu perumusan terkenal,
dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk menentukan
baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest
number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
DEONTOLOGI
Dalam pemahaman teori Deontologi memang terkesan
berbeda dengan Utilitarisme. Jika dalam Utilitarisme menggantungkan moralitas
perbuatan pada konsekuensi, maka dalam Deontologi benar-benar melepaskan sama
sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. ”Deontologi” ( Deontology )
berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah
kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini
konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik
bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib
dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya.
Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak
boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik.
Misalkan kita tidak boleh mencuri, berdusta untuk membantu orang lain, mencelakai
orang lain melalui perbuatan ataupun ucapan, karena dalam Teori Deontologi
kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.
TEORI HAK
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak
ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa
dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Dalam
teori etika dulu diberi tekanan terbesar pada kewajiban, tapi sekarang kita
mengalami keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak paling banyak
ditonjolkan. Biarpun teori hak ini sebetulnya berakar dalam deontologi, namun
sekarang ia mendapat suatu identitas tersendiri dan karena itu pantas dibahas
tersendiri pula. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua
manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis. Teori hak sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan
penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri. Karena itu
manusia individual siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya
suatu tujuan yang lain.
PERHATIAN
UNTUK KONSUMEN
Kesadaran akan kewajiban bisnis terhadap para konsumen
belum begitu lama timbul dalam dunia bisnis dan di banyak tempat belum berakar
dalam dan belum begitu kuat . Suatu bisnis dimulai dengan mencurahkan segala
perhatianya kepada produk yang dihasilkan bukan kepada konsumen .
Hak – hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk
yang tepat dalam masalah etis seputar konsumen sangat diperlukan . Hak – hak
tersebut adalah sebagai berikut
Hak atas
Keamanan
Konsumen berhak atas produk produk yang aman , artinya
produk yang tidak mempunyai kesalahan tekhnis atau kesalahan lainya yang bisa
merugikan kesehatanya atau bahkan mengancam jiwanya . seperti adanya obat
pengawet pada makanan , mainan anak , dll
Hak atas
informasi
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang
relevan mengenai produk yang dibelinya , baik apa sesungguhnya produk itu
maupun bagaimana cara memakai yang benar dan maupun resiko yang ditimbulkan
dari produk tersebut .
Hak untuk
memilih
Konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk
dan jasa yang ditawarkan , kualitas dan harga produk bisa berbeda sehingga
konsumen berhak membandingkanya sebelum mengambil keputusan untuk membeli.
ü Hak untuk
didengarkan
Konsumen berhak keinginanya tentang produk atau jasa
didengarkan dan dipertimbangkan , terutama keluhanya dan produsen harus
menerima baik keluhan tersebut . hak ini merupakan hak legal yang dapat
dituntut di pengadilan .
ü Hak
lingkungan hidup
Melalui produk yang digunakanya konsumen memanfaatkan
sumber daya alam . konsumen berhak bahwa produk dibuat sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses alam .
ü Hak konsumen
atas pendidikan
Konsumen mempunyai hak untuk secara positif dididik ke
arah yang baik terutama di sekolah adan melalui media massa , masyarakat harus
dipersiuapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar akan haknya
TANGGUNG
JAWAB BISNIS UNTUK MENYEDIAKAN PRODUK YANG AMAN
Kerugian konsumen sebagai akibat dari pemakaian produk
tertentu menjadi tanggung jawab produsen . akan tetapi produsen hanya
bertanggung jawab kalau kerugian disaebabkan karena kesalahan produksi atau
konstruksi. jika produk disalahgunakan oleh konsumen , maka produsen tidak
bertanggung jawab . Produsen juga tidak bertanggung jawab bila alat yang
berbahaya mengakibatkan kerugian karena konsumen tidak berhati – hati .
Ada tiga pandangan dasar teoritis bagi pendekatan etis
maupun yuridis mengenai hubungan antara produsen dan konsumen , khususnya dalam
hal tanggung jawab atas produk yang ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh
konsumen yaitu :
1.
Teori kontrak
Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan
konsumen sebaiknya dilihat sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen
terhadap konsumen didasarkan atas kontrak itu . jika konsumen membeli sebuah
produk , ia seolah olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjual
produk tersebut . Transaksi jual beli harus dijalankan sesuai dengan apa yang
tertera dalam kontrak itu dan hak pembeli maupun kewajiban penjual memperoleh
dasarnya dari apa yang tertera .
Agar kontrak tersebut menjadi sah , kontrak harus
memenuhi beberapa syarat lagi . Kedua belah pihak harus mengetahui betul baik
arti kontrak maupun sifat produk Kedua belah pihak harus melukiskan dengan
benar fakta yang menjadi obyek kontrak .Ketiga tidak boleh ada paksaan antar
kedua belah pihak .
Kewajiban paling penting adalah melaksanakan kontrak
sesuai dengan ketentuanya . Produk yang disampaikan kepada konsumen harus
mempunyai kualitas yang dijanjikan atau disepakati sebelumnyadan dalam memberi
kesepakatan konsumen harus mengambil keputusan dengan kebebasan penuh .
Dari berbagai segi pandangan kontrak tidak memuaskan .
ada 3 kebneratan terhadap pandangan ini yaitu :
Teori kontrak mengandaikan bahwa produsen dan konsumen
berada pada taraf yang sama Teori kontrak mengandaikan hubungan langsung antara
produsen dan konsumen . Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen
dengan baik .
2.
Teori Perhatian semestinya
Berbeda dengan pandangan kontrak , pandangan kedua ini
tidak menyetarafkan produsen dan konsumen , melainkan bertolak dari kenyataan
bahwa konsumen selalu dalam posisi lemah , karena produsen mempunyai jauh lebih
banyak pengetahuan dan pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh
konsumen .
Produsen bertanggung jawab atas kerugiian yang dialami
konsumen dengan memakai produk , walaupun tanggung jawab itu tidak tertera
dalam kontrak jual beli atau bahkan disangkal secara eksplisit .
Pandangan ’perhatian semestinya’ ini tidak memfokuskan
kontrak atau persetujuan antara konsumen dan produsen , melainkan terutama
kualitas produk serta tanggung jawab produsen . karena itu tekananya bukan pada
segi hukum saja akan tetapi pada etika dalam arti luas . sehingga teori ini
mempunyai basis etika yang teguh.
Setelah mempelajari seluk beluknya maka pandangan
”perhatian semestinya” ini lebih memuaskan daripada pandangan kontrak . namun
demikian hal itu tidak berarti bahwa pandangan ini pun tidak mempunyai
kelemahan . dua kesulitan yang bisa muncul di teori ini adalah : tidak gampang
menentukan apa arti ”semestinya” pengetahuan produsen juga terbatas .
3.
Teori Biaya sosial
Teori biaya sosial menegaskan bahwa produsen
bertanggung jawab atas semua kekurangan produk dan setiap kerugian yang dialami
konsumen dalam memakai produk tersebut . hal itu juga berlaku jika produsen
sudah mengambil semua tindakan yang semestinya dalam merancang serta
memproduksi produk bersangkutan atau jika produsen sudah mengingatkan kepada
konsumen tentang resiko yang ditimbulkan dari produk tersebut . Teori ini
terlalu berat sebelah dengan membebankan segala tanggung jawab pada produsen .
TANGGUNG
JAWAB LAINYA TERHADAP KONSUMEN
Tiga
kewajiban moral lain yang masing masing berkaitan dengan kualitas produk
harganya , dan pemberian label serta pengemasan :
Ø Kualitas
produk
Produk harus sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh
Produsen ( melalui iklan atau informasi lainya) dan apa yang secara wajar boleh
diharapkan oleh konsumen . Konsumen berhak atas produk yang berkualitas ,
karena ia membayar untuk itu . Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan
produk yang berkualitas , misalnya seperti produk yang tidak kadaluwarsa. Salah
satu cara yang biasanya ditempuh oleh produsen adalah dengan cara memberikan
jaminan kulaitas produk berupa garansi dari produk tersebut . Akhirnya bahwa kualitas
produk tidah hanya merupakan suatu tuntutan etis melainkan juga suatu sayarat
untuk mencapai sukses dalam bisnis .
Ø Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang
sudah tua . Dalam zaman yunani kuno , masalah etis sudah dibicarakan dengan cukup
mendalam . karena itu masalah harga pun menjadi kenyataan ekonomis sangat
kompleks yang ditentukan oleh banyak faktor namun masalah ini tetap mempunyai
implikasi etis yang penting .
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor faktor
seperti biaya produksi , biaya investasi , promosi , pajak dan laba yang wajar
. dalam sistem ekonomi pasar bebas , sepintas harga yang adil adalah hasil
akhir dari perkembangan daya pasar . harga yang adil dihasilkan oleh tawar
menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional , dimana si pembeli sampai
pada maksimum harga yang mau ia bayar dan sampai pada minimum harag ayang mau
penjual pasang .
Dalam situasi harga yang adil terutama merupakan hasil
dari penerapan dua prinsip tersebut : pengareuh pasar dan stabilitas harga .
Harga menjadi tidak adil setidaknya karena 4 faktor ;
Penipuan
terjadi bila beberapa produsen berkoalisi untuk
menentukan harga
Ketidaktahuan
Ketidak tahuan pada pihak konsumen juga mengakibatkan
harga menjadi tidak adil
Penyalahgunaan
kuasa
Terjadi dengan banyak cara . salah satunya adalah
pengusaha besar yang merasa dirinya kuat memasang harga murah hingga sainganya
tergeser dari pasaran
Manipulasi
emosi
Merupakan faktor lain yang bisa mengakibatkan harga
menjadi tidak adil . memanipulasikan keadaan emosional seorang untuk memperoleh
untung besar melalui harga tinggidan tak lain mempermainkan konsumen itu
sendiri .
Ø Pengemasan
dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada
produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting . selain bertujuan
melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah.
Pada produk yang berbahaya harus disebut informasi
yang dapat melindungi si pembeli dan orang lain . tuntutan etis lainya adalah
bahwa pengemasan tidak boleh menyesatkan konsumen
CONTOH KASUS
Kasus Ledakan Tabung Gas
Elpiji
Ledakan elpiji pada penggunaan tabung gas
berukuran tiga kilogram masih kerap kali terjadi di sejumlah wilayah di
Indonesia. Kasus itu muncul sejak penggunaan sarana penunjang kompor gas itu
diperkenalkan tahun 2008. Apakah yang salah dengan sistem tabung tersebut?
Introduksi penggunaan gas petroleum cair (LPG atau elpiji) dua tahun lalu
ditargetkan dapat mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak
tanah dalam jumlah yang signifikan, yaitu sekitar Rp 30 triliun per tahun.
Semula subsidi Rp 54 triliun per tahun. Untuk program konversi energi itu,
menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pemerintah telah membagikan lebih
kurang dari 44 juta tabung gas ukuran 3 kilogram. "Survei di lapangan
menemukan banyak selang dan sistem regulator yang cacat. Adapun dari sisi
tabung gas tidak ditemukan masalah," ungkap Tulus Abadi, Pengurus Harian
YLKI. Regulator adalah penghubung selang dan tabung gas yang berfungsi mengatur
keluarnya gas ke kompor. Oleh karena itu, menurut Tulus, pemerintah harus
mengevaluasi dan memeriksa kondisi system kompor dan tabung gas itu. Bila ada
bagian cacat yang ditemui, maka produk tersebut harus segera ditarik dan
diganti dengan yang sesuai standar.
Tidak sesuai SNI
Munculnya kasus ledakan tabung elpiji akibat
kebocoran di selang dan regulator tabung gas mendorong Badan Standardisasi
Nasional melakukan survei dan kajian penggunaan Standar Nasional
Indonesia (SNI) pada produk tersebut. Kepala BSN Bambang Setiadi menjelaskan,
kajian pada tahun 2008 itu meliputi penelitian kelayakan tabung gas, selang,
regulator, katup, dan kompor gas. Hasilnya, sebagian besar (66 persen) katup
tabung gas baja tidak sesuai SNI. Data mendetail dipaparkan oleh B Dulbert
Tampubolon, peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan BSN. Pengujian selang
karet dilakukan untuk mengetahui parameter uji tegangan putus dan uji
perpanjangan putus. ”Tidak ada sampel yang memenuhi syarat SNI,” ujarnya.
Menurut Dulbert, risiko kebocoran pada selang terjadi karena faktor cuaca dan
kelembaban. Karet di wilayah tropis lebih cepat rusak dibanding di iklim
subtropis. Kelenturan karet berkurang dalam suhu panas. Padahal, banyak karet
yang ada di pasaran berasal dari Negara subtropis, seperti China dan Korea.
Banyak yang tak berstandar dan di bawah SNI. Kajian pada katup tabung gas
adalah pengujian syarat konstruksi dan dimensi selain uji visual. Pada kompor
gas, 50 persen di antaranya tidak memenuhi syarat SNI untuk ketahanan material
pemantik (burner). Untuk regulator dan tabung gas, hanya 20 persen dan 7 persen
yang tidak penuhi standar. SNI untuk lima komponen pada tabung dan kompor gas
itu, ujar Dulbert, ditetapkan dengan mengacu pada standar Jerman dan Amerika
Serikat. Pihak BSN meminta produsen bersangkutan melakukan evaluasi pada
tingkat mutu bahan baku dan proses produksi terkait parameter uji yang tidak
memenuhi persyaratan mutu SNI. Saat ini BSN tengah mengkaji kembali di
lapangan, antara lain di Yogyakarta, Semarang, dan Samarinda. ”Akhir Agustus
mendatang kajian ini selesai,” kata Dulbert
Faktor lain penyebab ledakan, menurut Tulus,
adalah perilaku konsumen yang keliru. ”Ketika mencium bau gas, banyak konsumen
malah menyalakan kompor untuk mengetes,” ujarnya. Padahal, saat tercium bau
khas gas, langkah pertama adalah memadamkan semua yang berapi, seperti kompor,
korek api, lampu penerangan, lampu senter, bahkan tombol listrik yang dalam
posisi ”on”. Tahap kedua, melepas regulator dari lubang tabung agar klep
atau katup di ujung tabung itu tertutup otomatis. Berikutnya, membuka akses ke
udara luar, seperti pintu, jendela, dan terutama ventilasi di bawah. Tiga hal
itu perlu dilakukan karena sifat elpiji mudah meledak ketika terkena percikan
api. Hal itu karena berat jenisnya lebih berat daripada udara. Dengan demikian,
elpiji yang keluar dari regulator atau selang yang bocor akan mengendap ke
lantai. Untuk menekan bertambahnya kasus elpiji meledak, pengetahuan mengenai
cara penggunaan tabung dan kompor gas yang aman perlu lebih disosialisasikan.
Selain itu, Tulus juga mengharapkan agar program konversi ini dilakukan secara
terintegrasi oleh instansi terkait, bukan hanya oleh Pertamina.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Kasus ledakan tabung gas
elpiji.
Kasus ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu
merupakan salah satu bentuk kasus masalah etis seputar konsumen. Pemerintah,
walau sudah berusaha untuk mengurangi kejadian ini, tapi masih belum bisa
meredam kejadian yang ada. Bukannya masyarakat semakin terpacu untuk
mengkonversi energy tapi malah menjadi takut untuk melakukan konversi ini. Para
pemasok gas tidak memperhatikan hal yang terjadi ini padahal ini sangat
berdampak besar pada bisnis mereka juga. Para pelaku bisnis dalam kaitan
kasus ini masih mencurahkan perhatiannya terhadap produk dan mendapatkan
laba, dan bukan kepada konsumennya. Padahal konsumen adalah pemicu faktor
terjualnya produk, tidak ada konsumen maka tidak akan ada penjualan yang
terjadi dan perusahaan tidak akan mendapat laba jika tidak ada konsumen yang membeli
produk mereka. Maka hendaknya perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan
tentunya memberikan hak yang sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan
oleh Presiden John F.Kennedy pada tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang
disebut “Special Message on Protecting the Consumer Interest”, dimana
menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen: the right to safety, the right
to be informed, the right to choose, the right to be heard. Namun hak harus
dimengerti secara luas sehingga ada 2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak
lingkungan hidup dan hak atas pendidikan.
•The right to safety (Hak atas
keamanan)
Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis
telah gagal memberikan hak atas keamanan kepada para konsumennya. Tabung gas
yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan dan dapat menyebabkan kematian.
Mereka masih luput untuk memperkecil risiko atas keselamatan dari konsumen.
Padahal konsumen berhak mendapatkan keamanan saat membeli produk dimana produk
tersebut adalah produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan
lainnya yang bisa merugikan kesehatannya atau bahkan membahayakan hidupnya.
Maka itu dalam kasus ini, pelaku bisnis masih termasuk gagal dalam memberikan
hak ini kepada konsumen dan hanya mementingkan laba semata.
•The right to be informed (Hak
atas informasi)
Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya
kurang maksimal. Informasi yangdiberikan kepada masyarakat mencakup segala
informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik apa sesungguhnya
produk itu, maupun bagaimana cara memakainya, maupun resiko yang menyertai
pemakaiannya. Oleh karena itu, konsumen harus mendapat semua informasi yang
benar. Sayangnya, sosialisasi pemerintah ke masyarakat masih belum dilakukan
dengan baik karena banyaknya masyarakat yang tidak tahu cara penanganan
terhadap gas elpiji yang benar terutama saat menemukan kebocoran pada tabung
gas.
•The right to choose (Hak
untuk memilih)
Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak
memilih produk yang mereka beli sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan
meminta untuk mengecek tabung gas yang mereka beli, apakah mengalami kebocoran
atau tidak.
•The right to be heard (Hak
untuk didengarkan)
Tentunya akibat maraknya kasus tabung gas
meledak, maka keluhan dari masyarakat tentunya harus ditanggapi dengan cepat
oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar mendengarkan apa yang diinginkan
oleh si konsumen sehingga pemerintah dapat menentukan tindakan yang tepat dan
cepat terhadap penanganan kasus ini.
•Hak lingkungan hidup
Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan
produk yang ramah terhadap lingkungan. Dalam konteks kasus, tabung gas yang
meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan selain menghancurkan lingkungan
sekitarnya. Semestinya pemerintah dan pelaku bisnis juga mempertimbangkan efek samping
ini, karena kalau tidak ditangani secara cepat akan berbahaya bagi masyarakat
luas.
•Hak konsumen atas pendidikan
Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus
menyadari akan hak tersebut. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena
konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya, bila haknya dilanggar.
Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara positif ke arah itu. Dengan
demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan kritis akan haknya.
Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka untuk
menyatakan keluhan dan tuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya
mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau
tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk
yang negatif. Dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab bisnis untuk
menyediakan produk yang aman, baik produsen dan konsumen memiliki tanggung
jawab mereka masing-masing dalam hal penyediaan dan pemakaian produk. Oleh
Karena itu, dalam konteks kasus tabung gas meledak ini, teori yang sesuai
adalah teori perhatian semestinya..
Teori perhatian semestinya
memposisikan konsumen pada posisi yang lemah dan
ini sesuai dengan kasus dimana konsumen memiliki pengetahuan yang lebih
terbatas terhadap produk dibandingkan dengan produsen atau pelaku bisnis. Oleh
karena itu, kepentingan konsumen harus selalu dinomorsatukan karena produsen
atau pelaku bisnis berada dalam posisi yang lebih kuat sehingga mereka
memiliki tanggung jawab untuk menjaga konsumen supaya tidak mengalami kerugaian
dari produk yang dibelinya walau tanggung jawab ini tidak tertera secara
eksplisit. Pada kasus ini, konsumen yang membeli tabung gas dalam kemasan
tabung 3 kg kebanyakan adalah masyarakat kecil yang notabene adalah masyarakat
yang kebanyakan masih berpendidikan rendah. Mereka tentunya ada dalam posisi
yang lemah karena ketidaktahuan mereka lebih tinggi dibanding masyarakat yang
berpendidikan tinggi dan tentunya dibandingkan dengan para produsen yang tahu
dengan baik mengenai produk tabung gas mereka. Oleh karena itu, produsen /
pelaku bisnis harusnya memperhatikan dengan baik kualitas daripada tabung
tersebut karena merupakan tanggung jawab mereka karena mereka punya pengetahuan
yang lebih.
Teori ini dapat dikaitkan pula dengan
norma-norma karena memiliki pandangan etika secara meluas. Antara lain
norma-norma yang berhubungan adalah :
1.Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas
teori deontologi
Konsumen harus diperlakukan sebagai tujuan bukan
sarana. Dalam konteks ini, konsumen jangan diperlakukan sebagai sarana untuk
mendapatkan laba sebesar-besarnya, melainkan produsen/pelaku
bisnis/pemerintah memperlakukan konsumen dan juga masyarakat sebagai sesuatu
yang penting dan harus diperhatikan karena mereka punya hak untuk dibantu jika
mereka tidak bisa membantu dirinya sendiri karena posisi mereka yang lebih
lemah. Dalam hal ini, produsen/pelaku bisnis/pemerintah masih kurang maksimal
dalam menjalankan norma ini.
2.Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula
atas teori utilitarianisme
Dimana apabila produsen/pelaku bisnis
menjalankan kegiatan usahanya dengan benar termasuk pemberian hak kepada
konsumen secara benar maka setiap masyarakat yang merupakan konsumen akan
beruntung dan tentunya senang (the greatest happiness of greatest numbers.)
3.Norma ini bisa juga dihubungkan dengan teori
keadilan, khususnya menurut
Pandangan John Rawls, bahwa sebagai
produsen/pelaku bisnis, kalau ada di posisi asali mereka dimana mereka dibalik
selubung ketidaktahuan maka mereka akan memilih norma ini demi kepentingan diri
sendiri = menempatkan pandangan mereka jika mereka merupakan konsumen sehingga
mereka dapat secara adil menangani kasus tabung gas meledak itu. Tanggung jawab
bisnis lainnya yang harus diperhatikan produsen terhadap konsumen adalah bahwa
produsen harus bertanggung jawab terhadap harga dan kualitas produknya. Tabung
gas di masyarakat tidak bisa dibilang murah ataupun mahal tapi bukan dengan
begitu kualitasnya juga setengah-setengah. Malah mereka harus memperhatikan
dengan baik kualitas dari produknya yang nantinya akan disampaikan ke
masyarakat. Dalam konteks kasus, pemerintah menyatakan bahwa mereka
menyesuaikan dengan standar Jerman dan Amerika Serikat tapi lucunya, yang
terlihat secara nyata adalah kualitas standar dari produk tersebut adalah jauh
dibawah kedua negara tersebut. Tabung gas yang meledak merupakan bukti nyata
bahwa pemerintah gagal dalam memperhatikan kualitas produk yaitu tabung gas
yang justru sedang mereka sosialisasikan sebagai program konversi energi.
Bahkan ketika sampai di pelaku bisnis atau agen gas, perlakuan si agen gas
terhadap produk tidak perhatikan secara baik sehingga malah mengurangi kualitas
dari produk tabung gas itu sendiri seperti misalnya, tabung gas yang sampai
didepot agen gas dipindahkan secara kasar dengan digulingkan saat dipindahkan
dan penempatannya tidak tepat yang justru membahayakan bagi si produsen maupun
konsumen itu sendiri. Padahal kualitaslah yang menentukan kesuksesan dari
program pemerintah dan si pelaku bisnis itu sendiri. Oleh karena itu, baik
harga dan kualitas yang didapat masyarakat akan tabung gas tersebut tidaklah
imbang/adil dan bahkan bermasalah sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi
untuk memacu perlakuan standar yang nyata secara benar.